Olah-Oleh Raminten, Destinasi 24 Jam Oleh-Oleh Yogyakarta
“Masih rame ya jam segini?” tanya kakak saya yang lebih tepat dianggap sebagai pernyataan. Waktu menunjukkan pukul 1.20 dini hari ketika saya menjejakkan kaki di Kota Yogyakarta, namun seolah tak pernah tidur, nampak keramaian di beberapa sudut kota.
Termasuk kawasan tempat saya tinggal, yang hanya berjarak ratusan meter dari Jalan Malioboro. Terdengar live music dengan penyanyi perempuan dari salah café yang terletak tak jauh dari Hotel The Malioboro.
Mungkin, kondisi inilah yang mengilhami pengelola Mirota Batik Hamzah untuk membuka Toko Olah-Oleh Raminten yang berlokasi di Jalan Letjen Suprapto No.68, Ngampilan, Kota Yogyakarta.
Toko ini menjawab kebutuhan pelanggan yang tidak sempat berburu oleh-oleh Yogyakarta di siang hari. Mungkin waktu mereka terbatas, sementara rasanya gak sreg mampir ke Yogya tanpa membawa oleh-oleh.
Baca juga:
Lezatnya Lumpia Semarang dari Mbok Tenong Toko Trubus Yogyakarta
Belanja Pisang Kepok dan Kulineran di Pasar Gede Solo
Daftar Isi:
- Pertemuan dengan Toko Olah-Oleh Raminten
- Yuk kenalan dengan Raminten
- Toko Olah-Oleh Raminten, Mungil tapi Lengkap
Sebetulnya pertemuan saya dengan Toko Olah Oleh Raminten berawal dari ketidak sengajaan. Saya sedang menelusuri Jalan Letjen Suprapto Yogyakarta yang gak jauh letaknya dari rumah eyang di Jalan Kemetiran.
Tujuannya pun jauh banget dari beli oleh-oleh. Dengan berpatokan Google Maps, saya sedang mencari toko bangunan untuk beli sekop tanaman hias, Hihihi gak nyambung ya?
Ketika itulah saya melihat brand Raminten dalam bentuk wajah yang ikonik di atas tulisan olah-oleh: Berbibir merah tebal, berkaca mata, bersanggul besar dan berkebaya. Wajah yang seolah memiliki magnet untuk mendekat.
Hamzah Sulaiman, sang pemilik usaha, emang jago ngebranding bisnisnya. Dengan menggunakan ikon Raminten, konsumen akan selalu ingat Mirota Batik yang kemudian berganti nama menjadi Hamzah Batik.
Yuk kenalan dengan Raminten
Raminten ternyata punya arti. Diambil dari kata “ras pinten” (Bahasa Jawa), diartikan dalam Bahasa Indonesia menjadi “tidak seberapa”.
Dengan kata lain, Raminten adalah orang gak seberapa. Orang yang sepele. Orang sederhana yang hanya selalu ingin berbuat baik.
Semula, nama Raminten digunakan Hamzah Sulaiman sebagai nama karakternya dalam acara ketoprak dan komedi situasi di stasiun televisi lokal (Jogja TV). Mirip nama panggung “Tessy” yang digunakan Kopral Satu KKO. (Purn.) H. Kabul Basuki saat melawak di acara Srimulat.
Sosok Raminten sebagai perempuan Jawa lengkap dengan kebaya, jarik, dan konde, kemudian digunakan Hamzah untuk merek unit usaha kulinernya, seperti Bakpia Raminten dan The House of Raminten, yang berdiri pada 26 Desember 2008 di Jalan FM Noto No. 7, Kotabaru, Yogyakarta.
Semula The House of Raminten hanya berjualan berbagai macam jamu tradisional seperti beras kencur, kunir asem, jamu kolesterol, dan asam urat.
Semakin berkembang dan meningkat ketika mulai menjual "sego kucing" seharga Rp1.000, yang menjadi ikon hingga kini. Hamzah juga mengolah vibes resto dengan memadukan nilai-nilai budaya Jawa dan sentuhan modern.
Usaha Hamzah lainnya juga mengalami rebranding. Mirota Batik di Jalan Malioboro berubah nama menjadi Hamzah Batik.
Pada tahun 1979, mengambil alih usaha toko kelontong orangtuanya di Jalan Malioboro yang berisi produk kerajinan khas Yogja dan didominasi oleh batik, Hamzah merasa nama Mirota sudah tidak cocok, karena Mirota merupakan singkatan dari “Minuman dan Roti Tart”, usaha toko roti yang dulu pernah dikelola ibunya.
“Menjual” produk kekayaan budaya dan tradisi Jogja yang telah ada turun-temurun, mungkin tepat ditujukan pada Hamzah. Dengan kreativitasnya, dia tidak hanya menghiasi interior toko dengan ornamen khas keraton, seperti bunga-bunga khas Keraton Yogyakarta, pernak-pernik keraton, sesajen dan gamelan.
Dia juga menyediakan berbagai produk batik dengan harga bersaing, serta souvenir khas Jogja. Sehingga pengunjung betah. Mereka bisa menikmati suasana khas Yogya sekalian membeli berbagai produknya.
Dalam hal pengelolaan karyawan, Hamzah mempunyai kiat tersendiri: "Bagi saya, karyawan merupakan aset yang paling berharga," ucapnya. Dia mengajak karyawan memajukan perusahaan dengan memberi kesempatan memiliki saham. Ketika omzet naik, dividen yang didapat juga akan bertambah bukan?
Mengelola bisnis memang tidak sederhana. Terlebih mengembangkannya seperti yang dilakukan Hamzah Sulaiman. Dia berhasil mengembangkan toko kelontong kecil dan sederhana menjadi destinasi belanja turis domestic/internasional, dan meraup omzet milyaran rupiah tiap tahunnya.
Tertarik memiliki bisnis yang berkembang? Atau baru memulai bisnis? Boleh banget membuka laman Blog Bisnis. Banyak ide yang bisa diterapkan, seperti ide bisnis anak pesantren, ide kelola passive income dan masih banyak lagi.
Toko Olah-Oleh Raminten, Mungil tapi Lengkap
Seolah bertemu Raminten yang mempersilakan masuk, demikian rasanya ketika saya menjejakkan kaki ke Toko Olah-Oleh Raminten. Sosok Raminten berada di tembok tengah, di antara pintu masuk kiri dan pintu masuk kanan.
Saya masuk dari pintu kiri dan langsung berhadapan dengan aneka camilan dalam rak-rak berwarna candy yang menarik. Bikin pingin ngeborong. Sayang, waktu kepulangan saya ke Bandung masih lama, jadi rak-rak ini saya lewati.
Hal yang kemudian saya sesali. Sebagai Toko Olah Oleh Raminten, toko ini pastinya menyediakan Bakpia Raminten yang rasanya premium. Harganya 2 kali lipat harga bakpia di pasaran, Bahkan mungkin 3 kali lipat, karena saya melihat banyak toko oleh-oleh yang mempromosikan bakpia seharga Rp 120.000 untuk 10 pak bakpia, sementara Bakpia Raminten berisi 20 pcs bakpia unyil dibanderol dengan harga Rp 29 ribu dan Rp 47 ribu untuk bakpia ukuran normal.
Kakak saya yang tinggal di Yogya bilang: “ada harga ada barang”, bakpia yang dibanderol dengan harga murah rasanya seperti memakai pemanis buatan, dan teksturnya keras.
Setelah rak-rak makanan, berikutnya adalah rak-rak souvenir seperti batik, kaos khas Jogja, tas rajut, dan kerajinan tangan lainnya.
Seperti biasa, saya kalap jika ngelihat asesoris seperti kalung, bahkan dulu sering balik lagi ke rumah hanya karena lupa memakai kalung, atau asesoris lainnya. Terlalu ya?
Serta pastinya gantungan kunci khas oleh-oleh Raminten. Lucu-lucu banget, sampai bingung milihnya. Dengan pertimbangan waktu saya masih lama di Yogja, saya hanya memilih beberapa.
Termasuk sewaktu pramuniaga menawarkan kaos khas Yogja. Sekali lagi pertimbangannya karena saya masih lama ngebolang di Yogya.
Pasca melingkari deretan souvenir, saya bertemu dengan beberapa lukisan sinuwun Hamengkubuwono dan berhenti di lukisan Hamengkubuwana II, pemilik puncak pohon keluarga saya, yang sayangnya gak saya ketahui pasti, dari istri yang mana. Karena selain permaisuri, Sri Sultan Hamengkubuwono II punya 27 selir (garwa ampeyan).
Yang pasti, berkat punya keturunan HB II, keluarga kami memiliki rumah di pusat kota Yogyakarta. Begitulah walau para sinuwun ini punya banyak keturunan, mereka bertanggungjawab dengan membagi-bagikan tanah. Setelah itu, ada yang mempertahannya (seperti keluarga kami), dan ada pula yang menjualnya.
Sewaktu saya bertanya pada pramuniaga: “Kok lukisan Hamengkubuwono (dari HB I hingga HB X) terpajang di semua outlet Hamzah d/h Mirota?”
Dia menjawab, lukisan-lukisan itu dijual. Sayangnya ketika saya penasaran harganya (jika terjangkau, kan bisa dipasang di rumah Kemetiran), dia tidak menemukannya.
Saya gak ngotot karena kasihan melihat pramuniaga yang mungil itu harus "ancik-ancik" (naik tangga) untuk melihat bagian belakang lukisan. Takut jatuh! 😀😀
Perjalanan saya berhenti di sepasang pria dan perempuan yang tengah duduk berhadapan. Patung pria memakai surjan, busana adat Jawa yang terdiri dari beskap, kain jarik dan blangkon (penutup kepala).
Sedangkan patung perempuan memakai kebaya dengan asesoris di depan nya yang membuat saya menebak keduanya adalah abdi dalem. Terlebih ada sesajen berupa buah-buahan, kopi dan kemenyan. CMIIW ya.
Saya berbohong, apabila kunjungan singkat ke Toko Olah-Oleh Raminten yang buka 24 jam ini sudah memuaskan saya. Apalagi setelah membaca web-nya saya baru tahu di waktu-waktu tertentu mereka menggelar pertunjukan seni tradisional, live music Jawa, hingga workshop membatik dan kerajinan tangan.
Wajib kesini lagi untuk eksplorasi sepuas mungkin ya? Terlebih mengetahui alasan berdirinya Toko Olah-oleh Raminten ini karena berada di Kawasan Wisata Ngampilan. Wah bertambah alasan untuk kembali ke sini deh.
Baca juga:
Ke Waduk Cengklik, Menikmati Indahnya Sunset Sambil Menyantap Soto Seger
Raminten itu seperti ikon pop culture baru Jogja, bukan cuma tempat beli aneka barang dan kebutuhan. Keren Ambu udah jalan-jalan ke sana.
ReplyDeleteWah saya belum sampe di Raminten 24 jam ini. Tahunya yang besar di Malioboro itu. Meski kecil tampaknya banyak barang2 bagus di sana ya Mbak. Gapapa rada mahal dibandingkan yang lain asal kualitas produknya di atas rata2 dan dalam skala premium. Ah jadi penasaran sama bakpia-nya. InshaAllah pertengahan November saya akan kembali ke Jogja. Langsung tak catet nih.
ReplyDeletePerkembangannya bagus toko Raminten ini dari yang tadinya jamu-jamuan, jadi beraneka buah tangan yang tersedia. Happy banget nih ada di sini, nyari aneka camilan sampai si bakpia juga, terus ada souvenirnya cukup satu tempat aja
ReplyDelete