.png)
Adikku Didik, di Gunung Rinjani
.png)
Sekelumit Kisah Tentang Rinjani, Pendaki Gunung dan Kematian Juliana Marins
“Paling penting tuh persiapan,”kata anak saya nomor 2 tentang hobinya mendaki gunung. Dia pernah menaklukan Gunung Semeru (tertinggi di pulau Jawa (3676 mdpl) dan kemudian menjadi salah satu mentor di Mapala silvagama, Fakultas Kehutanan UGM.
Keluarga kami, lebih tepatnya saya dan kedua adik laki-laki, punya hobi naik gunung. Hobi yang hanya diturunkan ke anak saya nomor 2, sedangkan kakak dan adik-adiknya gak tertarik.
Demikian pula bicara pencapaian. Saya dan adik laki-laki pertama bergabung dengan Aranya Giri Sakta (AGS) sewaktu masih sekolah di SMA Mardiyuana Sukabumi, “hanya” menaklukan Gunung Gede dan Gunung Salak.
Sedangkan adik laki-laki kedua (gambar atas) selain berhasil mendaki gunung di sekitar Yogyakarta, sesuai dengan keberadaan komunitas Pecinta Alam De Britto (Padebri), dia juga pernah menaklukan Gunung Rinjani yang punya ketinggian 3.726 mdpl.
Rekor ini dikalahkan anak saya yang berhasil menaklukan Gunung Kerinci yang punya ketinggian 3.805 mdpl, ketika masih bergabung dengan dengan Mapala Silvagama.
Sesudah itu, entah kapan akan muncul pendaki gunung dalam silsilah keluarga kami, karena keponakan-keponakan saya lebih suka gaming seharian 😀😀
Baca juga:
Berburu Oleh-oleh di Jawa Timur, Ketemu Pentol nan Lezat
Sejenak di Perpustakaan Gasibu, pada Siang Hari nan Gerimis
Daftar Isi:
- Naik Gunung Beda dengan Jalan-jalan ke Mall
- Persiapan Mendaki Gunung
- Ada Edelweis “Bunga Abadi” di Gunung Rinjani
Dari uraian di atas, bisa dilihat benang merahnya, yaitu kami sama-sama bergabung dengan komunitas tertentu.
Jadi gak ngasal. Gak seperti sembarang orang yang sedang mager, tiba-tiba pingin naik gunung seperti berangkat ke mall, yang bisa jalan kaki santai dan pulang naik ojol.
Juga beda banget dengan orang yang mau traveling ke luar negeri.
Terlebih andai dia ingin ke puncak Gunung Rinjani (3.726 mdpl), seperti Juliana de Souza Pereira Marins (27 tahun) pelancong asal Brasil yang terperosok ke jurang di ketinggian lebih dari 2.700 meter di atas muka laut, pada 21 Juni 2025.
Seseorang yang ingin menaklukan gunung setinggi itu harus melakukan persiapan. Bersama komunitasnya dia berlatih mendaki bukit, atau jika ingin mendaki gunung, ya pilih gunung yang gak terlalu tinggi seperti Gunung Salak (2.211 m), Gunung Gede (2.962 m) atau yang lebih rendah seperti Gunung Geulis (1.281 m).
Aktivitas mendaki gunung pun dilakukan step by step. Misalnya, minggu ini bersama komunitas hanya mendaki sampai pos penjagaan ke sekian. Minggu berikutnya bertambah, sampai akhirnya berhasil mencapai puncak gunung.
Dan wajib diingat, mendaki gunung sangat berbeda dengan jalan kaki yang medannya datar. Jalan kaki 1 kilometer dapat ditaklukan dengan mudah dilakukan dalam beberapa menit saja. Sedangkan mendaki gunung 1 kilometer, mungkin baru tercapai sesudah berjam-jam, karena belum terbiasa, sehingga sering berhenti untuk beristirahat.
![]() |
anakku, Iyok di Gunung Kerinci (3805 mdpl) |
Persiapan Mendaki Gunung
Ada peristiwa konyol yang saya alami sekian puluh tahun silam. Waktu itu saya baru lulus SMA, mulai bekerja sambil kuliah, atau masih mendua: Belum bisa melepaskan semangat dan keceriaan anak sekolah lanjutan, tapi rutinitas kerja sudah membelenggu.
Karena itu ketika 2 orang teman mengajak hiking dari Situ Lembang ke Gunung Tangkuban Perahu, saya langsung menyanggupi. Tidak adanya jalur khusus pejalan kaki, saya anggap sebagai tantangan yang menarik.
Saya lupa fakta, bahwa setahun lebih sudah saya tidak bergabung dengan AGS, yang berarti selama itu pula saya tidak berlatih. Akibatnya stamina saya kembali ke titik nol.
Hasilnya bisa diduga: Serasa mau mati! Tiba di sekitar kawah Tangkuban Perahu dengan ngos-ngosan. Kepuasan menaklukan mungkin ada, tapi lebih banyak pelajaran yang didapat yaitu:
Kondisi Fit
Hiking terlebih mendaki gunung, butuh kondisi fit. Jangan seperti yang saya lakukan, sehari sebelumnya fisik sudah terkuras kerja sambil kuliah sampai malam hari.
Terutama mereka yang akan mendaki gunung disarankan untuk cek kesehatan. Hal ini dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi medis yang mungkin memperburuk risiko saat mendaki, seperti masalah jantung, paru-paru, atau kondisi lain yang dapat memburuk di ketinggian
Kemampuan Teknik yang Matang
Seperti telah ditulis di atas, pendaki yang bergabung dengan komunitas kerap berlatih, seperti mengatur napas, melatih kekuatan otot kaki, cara melangkah, serta latihan lainnya agar tidak cepat lelah dan stamina selalu terjaga.
Perlu diingat, mendaki gunung biasanya dilakukan secara berombongan (5-6 orang). Tujuannya supaya saling menjaga dan saling membantu. Dampak negatifnya, jika ada anggota yang staminanya “memble” maka keseluruhan team akan terganggu.
Pelajari Profil Gunung
Gara-gara meremehkan medan dari Situ Lembang menuju kawah Tangkuban Perah, saya kepayahan. Walau bisa ngeles sih, dulu kan belum ada internet dan dunia belum dikuasai Google apalagi AI. 😀😀
Sekarang, suatu keharusan mempelajari profil gunung. Seperti Gunung Rinjani yang kini banyak dibicarakan, ternyata tidak hanya berpasir dan berbatu, anginnya juga kencang.
Paul Farrel, pendaki Irlandia yang pernah jatuh di Gunung Rinjani bercerita tentang medan yang berpasir sehingga sepatunya kemasukan kerikil. Ketika dia mau membersihkan sepatu, dia harus membuka sarung tangan. Angin kencang yang tak bersahabat menerbangkan sarung tangan, dan Farrel pun terjatuh sewaktu menggapainya. Jatuh ke kedalaman sekitar 200 meter, Farrel berhasil diselamatkan. Kisah lebih jelas silakan klik video di atas.
Pendampingan Profesional
Jangan meremehkan kebutuhan pendampiong professional. Mungkin kita harus merogoh kocek lumayan dalam, tapi hal itu sepadan dengan pengalaman dan pengetahuan mereka.
![]() |
anakku Iyok menuju puncak Gunung Semeru (3.676 mdpl) |
Ada Edelweis “Bunga Abadi” di Gunung Rinjani
Bunga Edelweis berserakan di meja adik saya, pertanda dia pernah menaklukan Gunung Rinjani. Tentu saja itu dulu, puluhan tahun silam, semasa adik saya masih bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta, sebelum akhirnya lulus, menuntaskan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung, bekerja di berbagai bank swasta Indonesia, dan menutup mata selamanya pada 22 Maret 2024 silam.
Masa itu masyarakat awam memang belum peduli lingkungan. Belum memahami bahwa edelweis hanya tumbuh di lingkungan pegunungan tertentu dan populasinya terbatas. Memetik bunga edelweis yang mendapat julukan “Bunga Abadi” akan mengancam kelestarian populasinya.
Untuk menjaganya, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999. Setiap orang yang nekad memetik bunga edelweiss terancam penjara paling lama selama satu tahun dengan denda maksimal Rp 50 juta.
Keberadaan edelweiss sebagai tumbuhan endemik yang hanya dapat tumbuh di ketinggian 2000 hingga 3000 mdpl, seolah menyiratkan pilihan keabadian.
Ketika takdir memutuskan Juliana Marins mendaki Rinjani dan berakhir dengan keabadian pada Juni 2025, hal tersebut merupakan keniscayaan.
Jauh sebelumnya Soe Hok Gie, seorang aktivis telah lebih dulu menempuh keabadian pada 16 Desember 1969 di kawasan puncak Gunung Semeru, Jawa Timur (3.676 mdpl).
Demikian pula yang terjadi pada dua pendaki perempuan, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, yang menuju keabadian saat mendaki Puncak Jaya (Cartenz Pyramid) di Papua.
(Diduga terkena hipotermia, keduanya dilaporkan meninggal saat perjalanan turun dari puncak gunung, setelah sebelumnya mencapai puncak bersama rombongan).
Serta beberapa sosok tengkorak yang banyak ditemukan di kawasan gunung yang sulit didaki dan cuacanya acap berubah seperti Gunung Rinjani, Puncak Jaya dan lainnya.
Bukan bermaksud meremehkan nyawa. Namun setelah persiapan dilakukan dan keabadian tetap menyongsong, maka harus diterima dengan ikhlas sebagai takdir kematian.
Baca juga:
Semalam di Salatiga, Kota Tua nan Romantis
Ke Waduk Cengklik, Menikmati Indahnya Sunset Sambil Menyantap Soto Seger
![]() |
anakku Iyok bersama Silvagama di Mahameru (Puncak Gunung Semeru) 3676 mdpl |
![]() |
anakku Iyok di Pantai Bekah,Gunung Kidul,Yogyakarta, hanya kelihatan helm kuningnya |
![]() |
adikku Didik dan Padebri menaklukan Gn Rinjani |
Setuju Ambu, persiapan yang paling penting sebelum pendakian.
ReplyDeleteSuami saya tahun 2023 berhasil summit di Rinjani, dan itu persiapannya bisa sekian bulan, mulai dari rapat persiapan bersama komunitas pecinta alam di kantornya, latihan fisik bareng, dst dll.
Ke sana juga enggak ujug-ujug berangkat...sebelumnya sudah pernah ke gunung-gunung yang ketinggiannya lebih rendah dulu. Juga latihan fisik rutin. Nyiapin mental. Pokoknya mesti fit lahir batin.
Semoga kejadian ini bisa jadi pembelajaran bagi semua untuk diambil hikmahnya.
Btw, Ambu Maria keren ah ternyata pendaki gunung, semoga ponakan, cucu dan generasi selanjutnya ada yang ngikutin jejak Ambu, adik dan putranya ya..
Iya, mendaki gunung itu memang butuh persiapan fisik yang matang, bisa jadi berbulan-bulan. Bukan cuma tiba-tiba pengen mendaki, karena dipastikan bakal ngos-ngosan dan bisa jadi kaki juga kram.
ReplyDeleteApalagi, sepengalaman saya, mendaki dilakukan malam hari, selepas isya, supaya dini hari bisa sampai puncak dan melihat keindahan matahari terbit. Kalau ada yang kepayahan dan butuh istirahat, maka semua anggota rombongan akan berhenti.
3 menit bagi pendamping, yang sudah biasa naik turun gunung, bisa jadi bisa menempuh jarak 100 meter, tapi bagi pemula bisa aja baru dapat 15 meter.
Sedihnya keluarga mau nuntut atas kematian Juliana...
ReplyDeleteDuh, gimana ya...
Ga tau mau nyalahin siapa karena kita ngga ada disana menyaksikan langsung. Dan rasanya ngga ada yang perlu dituntut, karena dia mendaki atas kemauan sendiri, ngga ada yang sengaja dorong dia jatuh. Sisi lain, dia ikut OT yang bukan cuma dia mau diurusin pemandu. Auh ah bingung. Tapi kalo sempet ada yang harus bertanggung jawab sangat disayangkan sekali.
Banyak korban kok kenapa cuma dia yang ngga bisa ikhlas anaknya meninggal di gunung.
Mungkin lebih baik dilakukan evaluasi apa2 yang harus diperbaiki dari sistem pendakian semua gunung. Diperketat dengan aturan yang jelas. serta persiapan peralatan rescue yang mumpuni. Ya pihak2 terkait harap dibantulaah...
Minggu depan saya mau tektok sibayak lagi. Ke sibayak aja saya harus latihan fisik loh, apalagi Rinjani.
Tapi semoga saya bisa ke Rinjani someday, kalaupun bukan saya, smoga anak saya mewakili. Aamiin...
Mengharu birruu rasanyaa pas baca artikel Ambu kali ini.
ReplyDeleteHal sesederhana Ambu menuliskan "Anakku...." membuatku "Nyeesss" mashaAllaa~
Kali ini, Ambu memberikan pembaca pengetahuan bahwa keberanian itu bisa dilatih dan ditempa.
Semua butuh persiapan.
Aku awalnya gak ngeuh kalau ini sebuah keyword.
Aku pikir hanya ingin ((maaff Ambuu)) menyombongkan diri.
Tapi setelah membaca artikel secara keseluruhan... ini bukan hal yang untuk disombongkan, tetapi untuk direnungkan dan dilakukan. Bahwa pendakian, bukan wisata ke Lembang yang biasa kita lakukan.. meski judulnya sama-sama mendaki..
Karena ini dilakukan mengutamakan pada kekuatan fisik, tentu kudu dijaga pissan staminanya. Jangan lengah, jangan lakukan hal bodoh ketika mendaki.
Semua patuhi dan bismillaah.. mestakung. Semesta akan merengkuhmu dengan keberhasilan sampai di puncak.
Saya tuh salut banget dengan para pecinta alam. Khususnya yang mau dan mampu menaklukkan banyak gunung. Pastinya gak mudah. Sangat tidak mudah. Selain kesiapan fisik yang prima, pendaki harus mampu melunturkan ego, memanjangkan sabar, dan senantiasa berserah pada Yang Maha Kuasa.
ReplyDeleteBerangkat dengan tim dan komunitas memang jadi salah satu pilihan ya Mbak. Khususnya tentang faktor keamanan dan kenyamanan. Apalagi kita tidak tahu bagaimana kesiapan fisik kita dan apa yang akan kita hadapi. Meskipun, mungkin, sudah berulang kali mendaki gunung. Konsisten melatih diri sendiri wajib hukumnya ya.
Mantap sekali anak2 kak Maria hobi hiking ke gunung. Ini olahraga yang bagus sih untuk kardio. Btw, denger2 info yang uang 1.5 M dari donasi rakyat Brazil katanya gak dikasih ke Agam cs ya. hehe...
ReplyDeleteWah, adik dan anak ambu hobi naik gunung. Ada masanya juga aku naik gunung, yang tertinggi adalah Merbabu. Aku berani, karena ada komunitas yang bisa dipercaya. Sama seperti tulisan ambu juga, naik gunung bertahap. Pertama kali mendaki itu ke Gunung Prau di Dieng.
ReplyDeleteAku nggak mau terlalu judgemental pada Juliana atau tim SAR kita. Tapi semoga ini jadi pelajaran untuk kita semua.
Alhamdulillahnya impian aku mendaki Gunung Rinjani kesampaian meski dengan susah payah. Gunung cantik aku menyebutnya. Dan memang ga bisa dianggap remeh medannya tuh butuh perjuangan yg luar biasa. Kalau cuaca ga baik kabutnya tebal banget dan angin badai, aku pun ngikutin perkembangan berita soal wisatawan Brazil ini yg disimpulkan sepertinya almh kurang persiapan dan safety yg berkesan memaksakan diri
ReplyDeleteLagi rame banget ya, gunung rinjani karena kematian Juliana Marins. Salah satu hal yang bikin aku nggak ikutan mendaki meskipun kepingin banget adalah aku nggak terbiasa mengeluarkan tenaga fisik ekstra. Nggak pernah berlatih juga. Jadi, ya gitu deh. Masih menyimpan keinginan mendaki itu dalam hati.
ReplyDelete