Resep Kaastengel, dan Tips Oleh-Oleh Anti Boncos

 
nyiomas.my.id

Resep Kaastengel, dan Tips Oleh-Oleh Anti Boncos


“Duh banyak banget,” kata saya dalam hati melihat oleh-oleh yang berjejer. Kala itu keluarga besan dari anak nomor 3, Bimo, datang ke rumah di Cinanjung, Kabupaten Sumedang. Gak hanya “keluarga”, tapi “keluarga besar” sehingga datang 4 mobil dari 4 kota yang merupakan kakak adik dari mertuanya Bimo.

Gak heran buah tangan pun berjejer, mulai dari tas-tas berisi deterjen , beras dan sembako lainnya (yang ini pasti dari Bimo, dia tahu sejak keberangkatan anak nomor 2 ke Inggris untuk menuntaskan S3,  gak ada yang membantu saya belanja bulanan).

Berikutnya ada tas-tas berisi buah tangan khas Jawa Tengah seperti pisang kepok, enting-enting gepuk, sekoteng, wedang dan masih banyak lagi. Serta pastinya oleh-oleh kekinian seperti bolu batik dan lapis Surabaya (Roti Mandarijn). 

Sampai geleng-geleng kepala, lha saya hanya sendirian di rumah, kapan habisnya?

Tapi ya budaya membawa buah tangan ketika berkunjung, memang kerap gak memperhitungkan keberadaan pemilik rumah (shaHibul baiti). Pengunjung terbiasa membeli yang terbaik, dan untuk masyarakat Jawa berlaku “Ojo ngisin-ngisine”, ungkapan dalam bahasa Jawa yang berarti "jangan memalukan".

Baca juga:
Muffin Keju Luvita Ho dan 6 Jenis Keju Populer di Indonesia

Resep Tahu Sumedang Isi Sayuran dan Sejarah Tahu Sumedang

Daftar Isi:

  • Buah Tangan sesuai Pemilik Rumah, Bisakah?
  • Tips Oleh-Oleh anti Boncos
  • Kastengel, Pernah Jadi Simbol Priyayi
  • Resep Kastengel Devina Hermawan

Bagaimana akhir kisah buah tangan  tersebut?

Alhamdulillah bisa berbagi berkah dengan tetangga, malah kebetulan ada yang belum pernah menjejakkan kaki ke tanah Jawa Tengah. Oleh-oleh pun menjadi sangat bermanfaat. 

Andai posisi dibalik, sayalah tamu/pengunjung tersebut, apa yang sebaiknya saya lakukan?
Ketika keuangan sedang baik, gak ada salahnya membeli yang terbaik. Namun di tengah perekonomian Indonesia  yang sedang tidak baik-baik, ada baiknya melakukan pengeluaran secara cermat.

Saya pun searching dan menemukan blog gaya hidup yang mengupas banyak hal terkait gaya hidup, kecantikan, resep makanan dan keuangan. Kala membuka blog tentang keuangan, ada postingan yang sangat mengena, yaitu Belajar Berhemat ala Warren Buffett!

Wah menarik ya? 

Nah terkait Mengontrol Gaya Hidup dan Pengeluaran, kayanya bisa deh kita praktekin dalam pengeluaran oleh-oleh ketika bersilaturahmi. 

nyiomas.my.id
sumber: pexels/Karolina Grabowska

Tips Oleh-Oleh anti Boncos

Banyak pertimbangan sebelum membeli oleh-oleh atau buah tangan, apakah untuk kunjungan di dalam kota? Atau luar kota yang mungkin terdiri dari kunjungan pada beberapa keluarga.

Walau demikian, beberapa tips ini bisa dipertimbangkan:

Rencanakan dan Buat Daftar Belanja

Anggaran pembelian oleh-oleh di dalam kota sebaiknya harus dimiliki setiap keluarga/individu, karena kerap mendadak, terjadi begitu saja. Anggarannya bisa dimasukkan ke pos khusus yang meliputi uang hadiah pernikahan, khitanan dan sejenisnya. 

Sedangkan oleh-oleh untuk kerabat di luar kota, sebaiknya masuk anggaran bepergian ke luar kota (liburan, Lebaran, dan lainnya). Buat daftar oleh-oleh dan budgetnya, agar terhindar pembelian impulsif yang tidak perlu. 

Tentukan juga jenis oleh-oleh yang ingin dibeli. Gak harus makanan kan? Bisa oleh-oleh kerajinan tangan atau produk khas daerah yang memiliki nilai unik dan berkesan, seperti batik Garut, batik Cirebon, batik Sumedang, bagi mereka yang tinggal di Jawa Barat.

Bandingkan Harga dan Cari Diskon

Salah satu manfaat penganggaran oleh-oleh adalah kita bisa mendapat barang berkualitas dengan harga terjangkau. 

Contohnya ketika membeli oleh-oleh batik Jawa Barat, kita bisa ke pusat belanja seperti Pasar Baru. Jangan lupa periksa harga dan bandingkan dengan toko lain sebelum membeli. 

Manfaatkan juga promo atau diskon yang ditawarkan oleh penjual.

Pilih Oleh-Oleh yang Tepat

Terkadang bepergian sekaligus bersilaturahmi seperti besan saya di atas, tidak menggunakan kendaraan pribadi, melainkan angkutan umum seperti pesawat atau kereta api.

Jika demikian, pilih oleh-oleh yang kecil dan ringan untuk menghemat biaya pengiriman dan ruang bagasi. 

Serta tentu saja sebaiknya beli oleh-oleh yang dapat dimanfaatkan pemilik rumah.

Oleh-Oleh Buatan Sendiri

Entah kapan mulainya, sekarang saya punya kebiasaan membuat sendiri oleh-oleh. Baik ketika bersilaturahmi dengan kerabat di dalam kota, maupun luar kota.

Jenisnya aja yang berbeda. Untuk oleh-oleh kerabat/teman di luar kota, saya membuat pisang bolen atau kue kering, sedangkan kerabat/teman di dalam kota lebih leluasa. Saya bisa membuat panganan yang waktu kadaluarsanya hanya 3 hari, seperti snack dan berbagai macam bolu (prol tape, brownies, bolu ketan hitam keju lumer dan lainnya)

Anehnya saya pede banget walau bentuk panganannya, gak sebagus buatan toko. Tapi rasanya happy banget karena selain datang berkunjung, saya juga menyampaikan rasa hangat.

Bahkan sering, saya mengejek hasil panganan buatan saya di depan tuan rumah. Ngetawain dulu sebelum mereka ngetawain di belakang saya. 😀😀

 

nyiomas.my.id

Kastengel, Pernah Jadi Simbol Priyayi

Salah satu buah tangan yang sering saya buat untuk oleh-oleh adalah kastengel, kue kering yang ternyata dulu merupakan camilan kaum priyayi/bangsawan. 

Kok bisa?

Dilansir dari Indonesian Chef Association, kue kering dengan parutan keju ini berasa dari Belanda. Mereka menyebut kastengel disebut sebagai kaasstengels. Berasal dari kata kaas yang berarti keju dan tengels yaitu jari, atau bisa diartikan sebagai cheese fingers.

Orang Belanda membawa kastengel pada zaman kolonial ke Indonesia, dan di sinilah terjadi proses akulturasi kuliner. 

Sebetulnya kastengel asli berukuran sangat panjang mencapai 30 cm dan biasa disantap dengan sup atau salad, mirip baguette alias roti Perancis. Karena para Nyonya Belanda (baik asli Belanda, maupun perempuan pribumi yang menikah dengan orang Belanda) kesulitan menemukan oven berukuran besar, maka kastengel dibuat versi kecil, yaitu panjang hanya 3-4 cm dan lebar 1 cm.

Penikmat kastengel pun tidak sembarang orang. Harga keju yang mahal membuat cuma kaum priyayi birokrat yang bisa menikmati kastengel. Mereka adalah para elite birokrat alias pejabat yang berasal dari warga lokal, kalangan bumiputera yang bekerja untuk pemerintah kolonial.

Kaum priyayi ini memiliki status sosial mereka lebih tinggi dibandingkan rakyat biasa. Kondisi keuangan mereka juga memungkinkan untuk mengadopsi gaya hidup dan kebiasaan konsumsi ala Belanda untuk menunjukkan prestise mereka.

Termasuk makanan dan kue-kue ala Belanda seperti kastengel, nastar, dan lapis legit yang menjadi simbol status kemapanan para priyayi.

Sekarang sih semua kalangan bisa menikmati kastengel ya? Terlebih keju yang digunakan bukan lagi keju asli, melainkan keju olahan yang merupakan campuran keju asli dengan bahan tambahan seperti minyak nabati, garam, pengemulsi, pewarna, dan perasa, sehingga harga keju menjadi lebih terjangkau.

nyiomas.my.id

Resep Kastengel Devina Hermawan

Jika tidak ditahan, saya bisa banget langsung menghabiskan satu toples kastengel. Padahal harganya mahal kan? Karena itu saya kerap membuat sendiri kastengel.

Beberapa resep yang saya coba, mulai dari resepnya Mbak Endang pemilik blog Just Try and Taste serta beberapa muridnya Ibu Fatmah Bahalwan, pemilik Natural Cooking Club.

Mengapa muridnya? Karena selain mempraktekkan resepnya Ibu Fatmah yang gak pernah berubah, sang murid juga sering membuat resep baru berdasarkan resep awal.

Salah satunya (duh lupa nama blognya, udah saya ubek-ubek belum nemu) dengan menghilangkan telur dari resep. Hasilnya: Saya suka! Kastengel terasa lebih ngeprul dan meleleh di mulut.

Jadi, ketika mengeksekusi resepnya Devina Hermawan, saya skip telur. Juga skip gula karena saya berpatokan pada prinsip Ibu Fatmah yang tidak memasukkan gula ke dalam adonan kastengel.

Jujurly emang aneh sih, kastengel kok dikasih gula. Resep asli yang dibawa orang Belanda kan juga gak pakai gula.

nyiomas.my.id

Resep Kastengel Devina Hermawan

Bahan-Bahan:

  • 90 gr wijsman
  • 90 gr mentega (unsalted butter), jika menggunakan margarin takaran garam kurangi
  • 10 gr gula halus (saya skip)
  • 2 butir kuning telur (saya skip)
  • 50 gr keju parmesan parut
  • 50 gr keju edam parut
  • 50 gr tepung maizena
  • 200 gr tepung protein rendah
  • 4-8 gr baking powder (sesuai selera)
  • 2-4 gr garam laut (atau 1-2 gr garam rafinasi halus)
  • 10 gr susu bubuk

Topping:

  1. 1 butir kuning telur
  2. ½ sdm susu cair
  3. Pewarna kuning secukupnya
  4. Keju cheddar / parmesan parut secukupnya

Cara Membuat:

  1. Kocok wijsman, mentega, dan gula halus hingga pucat dan mengembang
  2. Masukkan kuning telur satu per satu, aduk lagi sebentar
  3. Campurkan tepung, maizena, baking powder, garam, dan susu bubuk lalu aduk rata kemudian saring ke dalam adonan mentega, aduk dengan spatula hanya sampai tercampur rata
  4. Masukan keju edam dan keju parmesan parut, aduk sebentar menggunakan tangan
  5. Jika ingin menggunakan keju cheddar parut, sebaiknya keju cheddar parut disimpan 2-3 hari di dalam kulkas dalam keadaan terbuka supaya kering
  6. Ambil adonan lalu pipihkan dengan ketebalan ± 0,5 cm, potong sepanjang 5 cm atau sesuai selera 
  7. Olesi dengan campuran kuning telur dan susu di permukaannya, taburi dengan keju parut kemudian tekan menggunakan scraper / spatula agar keju menempel
  8. Potong adonan selebar ± 1 cm atau sesuai selera, pastikan ukuran dan ketebalan kue seragam
  9. Pindahkan ke atas loyang yang sudah dialasi dengan baking paper dan pastikan diberi jarak, panggang dengan suhu 140°C selama 40-50 menit tergantung ukuran kue
  10. Setelah dingin, simpan kastengel di wadah kedap udara

Khusus resep Devina, saya pernah bereksperimen membuat sesuai resep asli, yaitu menggunakan keju parmesan dan keju edam, serta resep dengan memakai  keju cheddar parut (disimpan 2-3 hari di dalam kulkas dalam keadaan terbuka supaya kering)

Hasilnya jauh banget, kastengel dengan bahan keju parmesan dan keju edam, lebih wangi, gurih serta pastinya lebih nagih.

Yah seperti kata pepatah, ada harga ada rasa. 😊😊

Baca juga:
Belanja Pisang Kepok dan Kulineran di Pasar Gede Solo

Resep Peanut Butter Cookies, Kue Lebaran Simple nan Yummy

4 comments

  1. Ide yang menarik! Kali ini saya juga bepergian ke luar kota dan hanya 3 rumah yang saya bawain oleh oleh. Agak agak tutup mata tutup telinga sih karena di sekitar saya juga banyak teman dekat hiks hiks...

    Oleh oleh memang "wajib" dibawa terutama untuk anak anak dan orang tua (,kalo Saya)

    kalo yang lain kalau masih ada rejekinya

    ReplyDelete
  2. Aku doyan banget sama kastengel. Tapi tak pernah bikin sendiri.

    Benar juga. Biasanya, buah tangan tuh emang yang terbaik. Seenggaknya, kalau merantau, buah tangan dari pulang kampung biasanya semacam makanan khas dari daerah masing-masing gitu.

    Pasti tetangganya senang ya, Mbak. Kebagian oleh-oleh. Apalagi yang belum pernah main ke Jawa.

    ReplyDelete
  3. Saya termasuk orang yang susah disiplin dalam hal mengatur budget saat sedang jalan-jalan. Pasti ada aja sesuatu di luar rencana yang gak nahan untuk tidak dibeli. Ampun dah. Padahal penting banget ya Mbak disiplin sama aturan sendiri. Setidaknya jadi gak boncos.

    Saya penggemar berat Kastengel. Setiap lebaran dan bertamu ke rumah orang lain, pasti yang saya incar adalah kastengelnya dulu hahaha. Di rumah juga suka nyetok karena terkadang kangen banget pengen makan meski harus dibatasi. Menjaga gula darah juga.

    ReplyDelete
  4. Wah, Ambu kastengel-nya bikin ngiler. Aku terima jadi aja deh, paling engga sabar bikin kue kering. Apalagi bisa serapi ituuuu...Emang bener, harga engga bohong, buat kastengel lovers, beda keju tahu loh.
    Temenku ada yg terima pesanan kastengel, eh, butter-nya dioplos dong dari los bahan kue langganan di Kosambi. Itu mah, customer dia komplen. Kasihan temenku, jadi bikin ulang deh...Engga balik lagi ke toko bahan kue. Padahal udah langganan...

    ReplyDelete