Pengalaman Naik Metro Jabar Trans, Moda Transportasi Murah dan Nyaman di Bandung Raya
“Naik apa ke sini?” Pertanyaan ini sering banget dilontarkan, ketika teman mendengar bahwa saya sudah pindah ke kawasan Kabupaten Sumedang, tepatnya di Cinanjung, Tanjungsari.
Anehnya, sewaktu saya jawab bahwa saya naik bus, mereka bingung. Mungkin dalam bayangan mereka saya naik bus yang bau, kumuh, penumpangnya umpel-umpelan, serta penilaian negatif lainnya tentang bus kota.
Mereka gak salah. Karena ketika pada tahun 2016 saya pindah ke Jalan Rajawali dan kerap menggunakan transportasi umum bus Damri, hanya penampilan bus saja yang bagus. Tersedia alat pembayaran non cash. Full AC. Drivernya memakai seragam khusus.
Namun semuanya memble. Alat pembayaran non cash hanya pajangan. Gak berfungsi. Pengasong dan pengamen lalu lalang sejak awal penumpang naik bus di pangkalan Elang, Bandung, yang terletak sepelemparan batu dari rumah.
Baca juga:
Mengintip Malam di Hotel Aryaduta Bandung
Ke Waduk Cengklik, Menikmati Indahnya Sunset Sambil Menyantap Soto Seger
Daftar Isi:
- Transformasi Metro Jabar Trans
- Yang Baru dari Metro Jabar Trans (MJT)
- Penumpang Bilang: “Terima kasih, Pak”
- Indonesia Darurat Literasi
- Belajar Disiplin dan Cashless bersama Bus MJT
Sampai saya pindah ke Cinanjung , sekitar 5 km dari Jatinangor, Kabupaten Sumedang pada tahun 2020, dan mendapat informasi bahwa ada bus Jatinangor-Dipati Ukur, yang gratis!
Wah gratis, mau dong. Apalagi letaknya strategis, dari depan Universitas Pajajaran (Unpad) Jatinangor sampai ke depan Unpad Jalan Dipati Ukur (DU) Bandung . Dari situ saya bisa “berkelana” seperti kontrol ke dokter (malah bisa jalan kaki dari DU ke RS Borromeus di Jalan Hasanudin), serta ke gathering blogger maupun pegiat lingkungan.
Walaupun gratis, penumpang wajib men-tap kartu prabayar elektronik (e-money) pada reader Tap On Bus (TOB) yang akan merekam tapi tidak mengurangi saldo e-money.
Tiket gratis yang diberikan Trans Metro Pasundan yang punya Program TEMAN (Transportasi Ekonomis, Mudah, Andal, dan Nyaman) BUS dari Kementerian Perhubungan ini hanya berlangsung sampai tahun 2022.
Pada 31 Oktober 2022, Teman Bus resmi berbayar dengan tarif yang berbeda-beda di setiap kota, yaitu Teman Bus di Palembang dikenakan Rp 4.000, di Solo Rp 3.700, Denpasar Rp 4.400, Yogyakarta Rp 3.600, Medan Rp 4.300, Bandung Rp4.900, Surabaya Rp 6.200, Banjarmasin Rp 4.300, Makassar Rp 4.600 , dan Banyumas Rp 3.900
Namun Teman Bus masih memberi tiket gratis untuk kelompok tertentu, yaitu: pelajar sampai setingkat SMA, lansia mulai dari usia 60 Tahun dan teman-teman yang berkebutuhan khusus.
Sebagai verifikasi, pelajar wajib menunjukkan kartu pelajar, lansia menunjukkan KTP, sementara teman-teman disabilitas menunjukkan kartu yang diterbitkan komunitasnya atau pemda setempat.
Perubahan terjadi lagi per 1 Juli 2023, layanan gratis untuk 3 kelompok di atas berubah menjadi bayar Rp 2.000 saja, caranya dengan mendaftarkan kartu uang elektronik (KUE)nya.
Kebetulan saya belum mencoba layanan ini karena dulu hanya sebulan sekali ke control ke dokter. Namun mau coba ah, beberapa minggu ini frekuensi ke Bandung semakin banyak.
![]() |
penampakan bus Trans Metro Pasundan |
Tanggal 1 Januari 2025 merupakan hari bersejarah penjenamaan ulang Trans Metro Pasundan (TMP) menjadi Metro Jabar Trans (MJT), seiring diserahkannya layanan ini dari Kementerian Perhubungan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
![]() |
6 rute bus Metro Jabar Trans |
Saat ini baru ada 6 rute Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya yang beroperasi. Pengembangan akan dilakukan secara bertahap, dengan target 21 rute beroperasi penuh pada tahun 2027.
Wah menyenangkan banget andai seluruh rute se-Bandung Raya telah beroperasi penuh. Karena berarti kita bisa ngebolang dengan moda transpotasi umum yang menyenangkan ke seluruh Cekungan Bandung, mencakup wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan sebagian Kabupaten Sumedang, termasuk Jatinangor.
Mengapa menyenangkan? Yuk kita obrolin bareng:
Yang Baru dari Metro Jabar Trans (MJT)
Apa yang berubah seiring dengan penjenamaan ulang? Warna bus-nya!
Ketika masih bernama Trans Metro Pasundan (TMP) body bus didominasi warna biru, kini hanya sebagian badan bus yang berwarna biru, sedangkan bagian depan berwarna putih sehingga logo Metro Jabar Trans (MJT) terpampang jelas.
Pintu samping semasa TMP didesain khusus untuk bangunan shelter yang tinggi, yang sayangnya gak dimiliki TMP. Banyak pos pemberhentian terkesan seadanya. Tiang dan plang pemberhentian bus diletakkan begitu saja di trotoar.
Setelah penjenamaan ulang, alih-alih membangun shelter yang nyaman, bentuk pintu bus-lah yang diubah. Sehingga kini penumpang bus MJT bisa turun dari pintu di tengah body bus. Pintu naik sih masih sama, yaitu di bagian kiri depan bus, tempat penumpang men-tap KUE-nya, atau scan QRIS.
Oiya pemakai KUE bisa mendapat fasilitas gratis 6 rute bus MJT selama 90 menit. Lumayan kan ya? Contoh kasus ibu-ibu yang mengantar anaknya sekolah/kursus, bisa belanja atau melakukan aktivitas lain, sebelum menjemput lagi anak-anaknya, secara gratis.
![]() |
kursi prioritas bus TMP, sekarang kursi biru sudah menjadi merah |
Perbedaan lainnya? Nampaknya manajemen BRT Bandung Raya paham banget kesulitan teman-teman disabilitas, lansia serta ibu hamil, sehingga begitu naik bus MJT tersedia deretan kursi prioritas berwarna merah. Dulu sih, bus TMP hanya “menyisipkan” 2 kursi prioritas di samping kursi untuk penumpang umum.
![]() |
reader TOB dan scan QRIS di samping driver |
Penumpang Bilang: “Terima kasih, Pak”
“Ya, apa salahnya bilang terimakasih, kan dia udah mengantar kita dengan selamat,” kata Yane Yunarni, sahabat saya di sekolah lanjutan pertama, tentang kebiasaannya mengucapkan terimakasih pada penarik delman, moda transportasi umum yang dulu akrab dengan keseharian kami di Sukabumi.
Dan kini ucapan “terimakasih, pak” atau “hatunuhun, pak” muncul dari para penumpang bus MJT yang beranjak dari kursi untuk turun sesuai tujuan masing-masing.
Rasanya hangat dan manis banget!
Indonesia Darurat Literasi
Dari pengalaman wara-wiri dengan bus TMP yang rebranding menjadi bus MJT, saya harus menerima kenyataan bahwa literasi masyarakat Indonesia memang sangat memprihatinkan.
Menurut sumber, data UNESCO, tingkat literasi Indonesia berada di peringkat ke-100 dari 208 negara pada tahun 2022. Sementara itu, survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018 menempatkan Indonesia pada urutan 72 dari 78 negara terkait literasi membaca.
Apa buktinya?
Banyak anak muda yang sehat dan perkasa duduk di kursi prioritas, padahal di kaca bus ada stiker bertuliskan kursi tersebut hanya untuk lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas, dan orang tua dengan anak kecil.
Secara berkala udah diingatkan melalui pengeras suara lho. Tapi entahlah, mungkin orang tersebut gak bisa baca sekaligus gak bisa dengar.
Bukti lainnya, masih banyak penumpang yang makan minum di dalam bus. Bahkan dulu, bus TMP menyediakan tempat sampah. Sungguh gak nyambung dengan stiker 5 larangan yang ditempel pihak manajemen.
Untunglah, saya gak melihat lagi tempat sampah di bus MJT (atau mungkin gak terlihat?) Perilaku makan dan minum di dalam bus sih masih ada, mungkin sampahnya disimpan di tas. Syukurlah.
Belajar Disiplin dan Cashless bersama Bus MJT
Suatu keniscayaan terjadi perubahan seiring penjenamaan ulang BRT Bandung Raya, seperti pakaian pengemudi bus yang sekarang lengkap dengan “iket Sunda”, penutup kepala tradisional khas masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang juga dikenal sebagai totopong.
Serta lagu Sunda yang diputar saat bus MJT sampai tujuan dan penumpang beranjak turun.
Namun semangat perubahan gaya hidup secara konsisten dilakukan sejak masih bernama bus TMP, yaitu mengajak penumpang untuk disiplin dan belajar cashless.
Salah satu disiplin yang dilakukan adalah “hanya berhenti di pos pemberhentian yang telah ditentukan”. Tau sendiri kan betapa susahnya masyarakat kita untuk disiplin pada hal satu ini?
Banyak kasus, jarak antara pos pemberhentian dengan tujuan mereka tidaklah jauh. Tapi kok ya gak mau sedikit berjalan kaki? Maunya berhenti sesuai keinginan mereka. Bahkan sampai beberapa hari lalu saya masih bertemu dengan penumpang yang seperti itu.
Termasuk semangat menggunakan cashless. Sering saya melihat penumpang yang naik begitu saja, sesudah ditegur pengemudi, barulah dia gelagapan, gak tahu bahwa bus MJT memberlakukan cashless.
Jika sudah begini, dia terpaksa minta bantuan penumpang lain. Karena jumlahnya dianggap gak seberapa, biasanya penumpang lain mau membantu dan menolak pembayaran dari penumpang yang nyasar tersebut.
Saya juga pernah membantu penumpang yang kesulitan, tapi kasusnya berbeda. Beberapa waktu lalu seorang perempuan berusia sekitar 40 tahunan kesulitan men-tap kartu uang elektronik (KUE)nya.
Jadi dia tahu peraturan cara membayar tiket bus MJT, bahkan dia bilang kartunya baru aja diisi ulang. Anehnya reader menolak membaca KUE tersebut.
Kartunya sudah kumuh sih. Apakah itu membuat kartu KUE-nya tidak terbaca reader? Entahlah. Sampai hampir 10 menit lamanya dia mencoba dan selalu gagal. Gak tega, saya mengajukan diri membantu membayar tiketnya.
Sesama penumpang bus memang harus saling tolong menolong. Malah saya pernah mendapat bantuan dari seorang gadis remaja yang saya anggap malaikat penolong.
Ketika itu bus antar kota yang saya naiki dari Kota Sukabumi memasuki Kota Bandung dan sudah hampir sampai dekat rumah di Jalan Rajawali. Saya bingung karena hujan turun deras banget. Sebelum sampai ke Grab-car, saya pasti bakal basah kuyup.
Qadarullah penumpang di sebelah saya, seorang gadis remaja, menyodorkan payung.
“Lho, nanti kamu gimana?”
“Saya dijemput paman, dia pasti bawa payung.”
Alhamdulilah, dan berjuta doa pun saya mohonkan pada Allah SWT, baik untuk sang gadis juga bagi orangtuanya yang punya anak bak malaikat yang turun ke bumi.
Baca juga:
Mumpung Gratis, Yuk Kunjungi 5 Destinasi Wisata Bandung dengan Teman Bus
Pengalaman Menginap di Hotel Syariah dan 5 Faktanya!
![]() |
Monumen Perjuangan (Monju) Rakyat Jawa Barat, terletak di sebelah pangkalan bus Jatinangor-Dipati Ukur |
sudah lama saya tidak ngompreng naik angkutan umum kalau ke bandung seringnya malah momotoran. padahal saya sering kangen itu naik angkot kojo saya, 01 kalau dulu mah kalapa cicaheum lewat binong. terus naik damri dari cicaheum ke Holis. sepanjang itu sampai nundutan. hehehe...
ReplyDeletesekarang transportasi umum di Bandung sudah semakin lengkap dan modern ya
Lika liku menikmati transportasi umum tuh selalu menarik buat dibaca. Gak cuma soal fasilitas yang disediakan tapi juga dengan behaviour publik atas hal ini. Saya jarang sekali naik bis tapi lewat cerita ini jadi paham sesungguhnya jika transportasi umum "didisiplinkan" bisa kok memberikan kenyamanan. Banyak hal yang juga harus dipahami oleh para penikmat transportasi umum.
ReplyDeleteKebiasaan mengucapkan kata "terima kasih" untuk memang menyenangkan banget ya Mbak. Memberikan apresiasi kepada pengemudi atas hal baik yang telah beliau lakukan. Pembiasaan baik yang patut dapat pujian.
Semoga nanti semua kekurangan yang masih ada bisa berubah tahap demi tahap agar Metro Jabar Trans ini juga makin membaik.
Aamiin. Semoga layanan busnya bisa se-Bandung Raya. Jadi misal Acha main ke Bandung dan kepikiran ngider naik transportasi umum -- soalnya dapat cerita aja ojek online di Bandung ada zona merah yang nggak ngebolehin ambil penumpang, kalau Acha salah, mohon koreksi ya, Ambu -- kan seruuuu.
ReplyDeleteKalau cerita tentang penumpang yang non prioritas tapi duduk di kursi prioritas, sering juga Acha temukan di commuterline Jabodetabek sini, Ambu. Entah bapak-bapak ngorok lah. Entah Mba-Mba (nggak pakai tanda dari pihak stasiun kalau wanita hamil)-lah. Demikian adanya dan banyak sabar kayaknya kalo di sini. Syukunya kalau di commuter line ketika bukan jam ramai. ada petugas yang negur sih, Ambu.
Tinggal Trans Metro Jabar yang belum aku coba
ReplyDeleteKemarin sempat mau coba smabil ke rumah om di sekitar Katapang Soreang
penasaran banget sama evolusi tranportasi umum di bandung ini
soalnya emahg kemarin banyak crash terutama sama angkot